Selasa, 13 Desember 2011

DAMPAK SURAMADU BAGI MASYARAKAT BANGKALAN

DAMPAK EKONOMI SURAMADU BAGI MASYARAKAT LABANG DAN KAMAL
PERUBAHAN kadang tak mau kompromi. Mereka yang tidak bisa menyesuaikan diri dan beradaptasi akan dilindas zaman. Perubahan juga tak memberi waktu bagi yang rugi untuk bersiap mengurangi kerugiannya. Perubahan juga tak memberi waktu yang cukup bagi mereka yang untung untuk memperbesar kemenangannya. Semua serba tiba-tiba.
Demikian yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar Jembatan Suramadu dan Pelabuhan
Kamal. Mereka yang sesungguhnya punya kesempatan memperkecil kerugian saat jembatan sedang dibangun mengeluh karena bangkrut dengan modal besar. Sementara mereka yang bisa menjual dengan untung besar mengaku baru melihat peluang bisnis karena adanya jembatan Suramadu. Padahal, jembatan itu memang sengaja dibuat untuk membangkitkan peluang ekonomi masyarakat Madura.
Kecamatan Kamal, yang dulu merupakan wilayah paling ramai di Bangkalan kini berubah. Perlintasan Bangkalan-Kamal yang biasanya ramai hingga tengah malam kini mulai sepi.Tak heran, pusat keramaian di kecamatan paling barat Bangkalan itu sudah “mengering” sejak adanya Suramadu.
“Dulu sekitar sini ini ramai sekali, banyak PKL dan sopir angkutan menunggu muatan. Sekarang sudah jarang sekali. Paling hanya satu dua angkutan saja yang ngetem depan toko saya,” ujar Fitrih, salah seorang pemilik toko di Kamal. Menurut dia, bisnisnya menjual berbagai kebutuhan dan oleh-oleh sudah jarang sekali didatangi pembeli. Omzetnya yang dulu mencapai jutaan rupiah per hari kini turun drastis.
Demikian pula dengan PKL-PKL yang masih bertahan di Kamal. Mereka kian terpuruk karena penumpang jalan kaki makin sedikit. Sementara untuk berpindah ke areal Suramadu dinilai terlalu jauh. Warung-warung makan di sekitar pelabuhan juga mengalami hal sama dengan toko dan PKL. “Malam sudah tidak ada orang beli. Kalau sudah tidak ada yang beli ya tutup Mas,” ujar Zaini, pedagang nasi goreng. Dia berharap pelabuhan tetap eksis untuk waktu yang lama. Sebab, selain dirinya banyak warga Kamal lain yang bergantung pada operasional kapal.
Kondisi Kamal berbeda jauh dengan di Labang. Geliat ekonomi di kecamatan di ‘kaki’ Suramadu ini berdiri sangat bergairah. Warga dari kecamatan setempat berbondong-bondong membangun tenda nonpermanen untuk berjualan. Mulai dari buah-buahan ala Madura sampai suvenir khas Madura. Di antara mereka juga sebagian pindahan dari Kecamatan Kamal.
“Saya baru lima hari jualan di sini. Lumayan hasilnya bisa sampai Rp 500 ribu kalau hari biasa. Kalau ramai seperti kemarin (saat libur pilpres, Red) bisa sampai sejuta,” ujar Jamal, penjual suvenir khas Madura di 1 kilometer menuju mulut jembatan. Menurut dia, Kamal sudah tidak bisa lagi menjadi tempat usaha yang baik dengan banyaknya persaingan. Sementara, jumlah penumpang kapal makin sepi setiap harinya.
Untuk mengurangi persaingan itu, dia berharap bisa mendapat rezeki di tempat lain. Meski harus berkorban modal untuk mendirikan tenda nonpermanen dan jembatan bambu untuk menutup selokan jalan, Jamal beserta adiknya rela.
“Sebenarnya tidak enak seperti ini. Pemerintah mungkin lebih enak menyediakan tempat saja yang khusus. Ini kan karena belum musim hujan, kalau musim hujan terop-terop seperti ini bisa terbang dibawa angin,” ujarnya.
Pedagang layang-layang dari Kamal juga banyak berpindah ke Labang. Mereka memajang hasil karyanya tanpa memasang bandrol harga. Begitu ada yang mendekat spontan akan langsung mereka tawari layang-layang itu. ” Ayo Mas layangan. Ada yang model Doraemaon, ular, kupu-kupu, murah,” ujar Arif menawarkan dagangannya pada koran ini.
Untuk sementara kawasan Suramadu menjadi magnet PKL dan pendatang luar Madura yang penasaran pada Jembatan Suramadu. Sementara para pendatang itu tak punya tujuan di Bangkalan, mereka menawarkan rujak dan jajanan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar