Bangkalan Kota Salak

Alkisah, dulu saat mendiang KH Moh. Kholil masih mengasuh pondok pesantren kedatangan tamu wali murid dari para santrinya. Lalu, sang Kyai kharismatik tersebut menyuguhkan buah salak kepada para tamunya tersebut. Dengan seijin Kyai, para tamu menikmati buah yang dipeunrukkan bagi mereka. Lalu, mereka sengaja membawa pulang bijinya untuk ditanam di rumahnya masing-masing.
"Kisah itu Bupati sendiri yang menceritakan saat meresmikan salak Se nase’ tahun 2006 lalu," tutur Nur Imamah. Menurutnya, salak jenis Se nase’ memang berbeda dengan salak varietas lain yang ada di Bangkalan. Buahnya besar sedang, dagingnya banyak, rasanya khas dan harumnya sangat khas salak Bangkalan, serta yang paling penting termanis diantara yang lainnya.
Dari biji yang ditanam para wali santri tersebut, maka tumbuhlah salak di tanah warga setempat. Sehingga, letaknya tidak beraturan antara satu dengan yang lainnya. Saat ini, petani salak sedang berupaya mengaturnya agar bisa lurus dan bersaf, untuk memermudah pemeliharaannya. "Kami, sekelompok pernah diajak Dinas Pertanian Bangkalan studi banding ke Trenggalek dan Sleman. Di sana rapi sekali penanaman pohonnya," ulasnya.
Tapi, lanjutnya, di daerah tersebut hanya satu jenis salak saja, yaitu salak pondoh. Sementara di Bangkalan terdapat minimal 10 jenis dalam satu petak. Yang membedakan jenisnya adalah daun, duri, rasa, sisik buah, kulit, warna daging bahkan warna bijinya.
Yang paling laku dipasar? Selera konsumen berbeda-beda. Ada yang suka salak yang agak kecut, ada yang suka tidak kecut. "Kalau di sini warga menjualnya langsung dari pohonnya. Jadi, pembeli boleh memanen sendiri buah yang mau dibelinya," terangnya.
Nah di pasar, penjual seharusnya lebih cermat mengetahui jenis salak. Sehingga, pembeli tidak kecewa dengan salak yang dibelinya. "Kalau mereka ingin yang manis beri yang manis, begitu juga sebaliknya," tegasnya. Yang jelas, tambahnya, jenis salak Bangkalan adalah yang terbaik diantara salak lain dari luar. Karena itulah, dia menolak jika predikat Bangkalan sebagai 'Kota Salak' mulai terancam dengan banyaknya jenis salak luar daerah.
Sumber: Jawa Pos, Senin, 19 Mei 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar